tugas koperasi

Jumat, 11 Maret 2011

Kondisi Saat Krisis Ekonomi Mulai Akhir Tahun 1990-an

Berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tersebut diatur kembali struktur perbankan, ruang lingkup kegiatan, syarat pendirian, peningkatan perlindungan dana masyarakat dengan jalan menerapkan prinsip kehati-hatian dan memenuhi persyaratan tingkat kesehatan bank, serta peningkatan profesionalisme para pelakunya. Dengan undang-undang tersebut juga ditetapkan penataan badan hukum bank-bank pemerintah, landasan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip bagi hasil (syariah), serta sanksi sanksi ancaman pidana terhadap yang melakukan pelanggaran ketentuan perbankan.
Sebagai rangkaian kebijakan deregulasi dengan mengantisipasi perkembangan sebagaimana diuraikan di atas, pada 17 Desember 1990 Bank Indonesia menetapkan Pola Dasar Pengawasan dan Pembinaan Bank yang dimaksudkan untuk menyesuaikan pola pengawasan dan pembinaan bank agar tetap diarahkan untuk meningkatkan kedewasaan dan kemandirian dalam pola pikir dan sikap yang bertanggungjawab dalam mengamankan kepentingan masyarakat serta menunjang pembangunan ekonomi.
Pola dasar pengawasan dan pembinaan bank harus dikembangkan sebagai konsep yang terintegrasi dengan dunia perbankan dan pihak-pihak lain yang terkait. Untuk meningkatkan praktek kehati-hatian bagi perbankan, Bank Indonesia mengeluarkan Paket Kebijakan tanggal 28 Februari 1991 (Pakfeb 1991) tentang Penyempurnaan Pengawasan dan Pembinaan Bank, yang memulai penerapan rambu-rambu kehati-hatian yang mengacu pada standar perbankan internasional yang antara lain meliputi ketentuan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif.
Bertalian dengan ketentuan pasal 54 Undang-undang Perbankan 1992 yang menetapkan bahwa bank pemerintah harus menyesuaikan bentuk hukum lembaga selambat-lambatnya setahun sejak dikeluarkannya undang-undang tersebut, Bank Indonesia membantu bank-bank yang bersangkutan termasuk pemegang saham yang dalam hal ini diwakili oleh Menteri Keuangan untuk melakukan persiapanpersiapan yang diperlukan dalam rangka mewujudkan penyesuaian yang diwajibkan. Sebelum berakhirnya batas waktu, ketujuh bank pemerintah telah dapat melakukan penyesuaian sehingga untuk selanjutnya nama resmi yang digunakan oleh bank-bank tersebut adalah :
(i)  Bank Negara Indonesia (Persero)
(ii) Bank Bumi Daya (Persero)
(iii) Bank Rakyat Indonesia (Persero)
(iv) Bank Dagang Negara (Persero)
(v) Bank Ekspor Impor Indonesia (Persero)
(vi)Bank Pembangunan Indonesia (Persero) dan
(vii)Bank Tabungan Negara (Persero).
Dengan telah ditempatkannya semua bank pemerintah sebagai bank umum yang kedudukannya sama dengan bank-bank umum lainnya, serta yang berlandaskan hanya pada satu undang-undang, kebijakan Bank Indonesia yang khusus ditujukan kepada bank pemerintah pada masa yang lalu, sejak saat itu ditiadakan. Perlakuan Bank Indonesia terhadap bank pemerintah baik dalam pemberlakuan ketentuan perbankan maupun dalam pelaksanaan pengawasan dan pembinaan bank disamakan dengan perlakuan terhadap bank-bank umum lainnya.
Terkait dengan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip bagi hasil (syariah) pada tanggal 30 Oktober 1992 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1990 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Dalam ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank yang memilih kegiatan usahanya berdasarkan prinsip bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan sebagai bank konvensional, demikian pula sebaliknya.
Kegiatan operasional bank berdasarkan prinsip bagi hasil baik dalam penghimpunan dan penanaman dana maupun dalam pemberian jasa perbankan lainnya serta dalam hal risiko usaha pada dasarnya sama dengan bank konvensional. Yang membedakan adalah bahwa imbalan semua transaksi perbankan tidak didasarkan pada system bunga melainkan atas dasar prinsip jual beli sebagaimana digariskan dalam syariat (hukum) Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar